TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF
A.
Pengertian
Teori Pembelajaran
Teori
pembelajaran harus mampu menghubungkan antara hal yang ada sekarang
dengan bagaimana menghasilkan hal tersebut. Teori belajar menjelaskan dengan
pasti apa yang terjadi, namun teori pembelajaran ’hanya’ membimbing apa yang
harus dilakukan untuk menghasilkan hal tersebut.
Ada 4
hal yang terkait dengan teori pembelajaran:
1. teori
pembelajaran harus memperhatikan bahwa terdapat banyak kecenderungan cara
belajar siswa, dan kecenderungan ini sudah dimiliki siswa jauh sebelum ia masuk
ke sekolah.
2. teori
ini juga terkait dengan adanya struktur pengetahuan. Ada 3 hal yang terkait
dengan struktur pengetahuan:
a. struktur
pengetahuan harus mampu menyederhanakan suatu informasi yang sangat luas.
b. struktur
pengetahuan tersebut harus mampu membawa siswa kepada hal-hal yang baru,
melebihi informasi yang telah dijelaskan.
c. struktur
pengetahuan harus mampu meluaskan cakrawala berpikir siswa, mengkombinasikannya
dengan ilmu-ilmu lain.
3. teori
pembelajaran juga terkait dengan hubungan yang optimal. Seorang guru harus
mampu mencari hubungan yang mudah tentang sesuatu yang akan diajarkan agar
murid lebih mudah menangkap informasi tersebut.
4. yang
terakhir, macam dari teori pembelajaran yang sudah ada, diantaranya :
a)
Teori
Pembelajaran Deskriptif dan Perspektif
b)
Teori
Pembelajaran Behavioristik
c)
Teori
Pembelajaran Kognitivistik
d)
Teori
Pembelajaran Humanistik
e)
Teori
Pembelajaran Konstruktivistik
B.
Pengertian Kognitivisme
Teori
belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam
belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa
meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar
merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi
terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita
yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan,
melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi
baru, menarik simpulan dan sebagainya.
Di
samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi
yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang
dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar
sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam
pembelajaran pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret
karena anak-anak belum dapat berfikir secara abstrak.
Dalam
teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar, yaitu:
1. Belajar
tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses
berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)[1][1]
2. Ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar
dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan
pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan
secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari
informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan
yang baru.[2][2]
Teori
ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif
dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya. Sedangkan situasi yang
berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat ditentukan oleh
proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Pada prinsipnya,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat
sebagai tingkah laku (tidak selalu dapat diamati)[3][3].
Dalam teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian dari situasi yang
terjadi dalam proses belajar saling berhubungan secara keseluruhan. Sehingga
jika keseluruhan situasi tersebut dibagi menjadi komponen-komponen kecil dan
mempelajarinya secara terpisah, maka sama halnya dengan kehilangan sesuatu
(reilly dan lewis, 1983)[4][4].
Sehingga
dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari
aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
a)
Mementingkan
apa yang ada dalam diri manusia
b)
Mementingkan
keseluruhan dari pada bagian-bagian
c)
Mementingkan
peranan kognitif
d)
Mementingkan
kondisi waktu sekarang
e)
Mementingkan
pembentukan struktur kognitif
Belajar
kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan
atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang,
yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di
lain negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di
tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua
tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
C. Tokoh-tokoh kognitivisme
Tokoh
dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M.
Gagne.
Pakar
kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan
pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas
beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget
mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif
dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu
didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi.
Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa
berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan
dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu
anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, artinya proses
yang didasarkan atas mekenisme biologis dari perkembangan system syaraf.
Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek susunan sel syarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976)[5][5].
Sehingga ketika dewasa seseorang akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam
struktur kognitifnya. Piaget membagi
proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a. asimilasi proses penginegrasian informasi
baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh : seorang siswa yang
mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip
perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan
(yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru
yang akan dipahami anak).
b. akomodasi
proses penyesuaian
antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan proses perkalian
dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip
perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c. ekuilibrasi
proses penyesuaian
yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai
penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses
penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat
dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik
akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik,
jernih, dan logis.
Piaget
berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian, pengembangan dan
pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema (jamak
= schemata/schemata). Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru
tersebut akan menjadi dasar untuk kegiatan belajar berikutnya.[6][6]
Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang
dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu :
1)
Tahap
sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)
2)
Tahap
preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3)
Tahap
operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4)
Tahap
operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara
umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan
juga semakin abstrak cara berfikirnya.
Karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif
aak didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai
dengan tahap-tahap tersebut.
Piaget
juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang
anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami
tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode,
media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
v Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.
Berbeda
dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga,
perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard
dan Bower, 1981)[7][7]
Menurut
Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak mancapai tahap
perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik
maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang
dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan
teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan
kognitif mereka, artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar
yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan
melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (Free
Discovery Learning). Dengan kata lain, belajar dengan menemukan.
Implikasi
Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah menghadapkan anak pada suatu
situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan
realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan
pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali
struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dalam
benaknya. Dari implikasi ini dapat diketahui bahwa asumsi dasar dari teori ini
adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman didalam
dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif, yang kemudian mengalami
tahap belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman dari apa yang aia
temukan.
Teori
ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan ( termasuk
konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (
mewakili ) aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini “belajar
ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi
umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan konkrit .
Menurut
bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:[8][8]
1.
Enaktif
: usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi,
pengalaman terhadap suatu realita.
2. Ikonik
:siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
3.
Simbolik
: siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa
dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free
Discovery Learning):
a. Menimbulkan
rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan
jawabannya.
b. Menimbulkan
keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk
menganalisis dan memanipulasi informasi.
v Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.
Proses
belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full learning).
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
1)
Memperhatikan
stimulus yang diberikan.
2)
Memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Meaning full learning adalah suatu
proses dikaitkannya
Menurut
Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced
Organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar
siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer
memberikan tiga manfaat yaitu :
1. Menyediakan
suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.
2. Berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan
dipelajari.
3. Dapat
membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Untuk
itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik, dengan
demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum dan
inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika
berfikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya
dalam rumusan yang singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang
logis dan mudah dipahami.
v Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne
Menurut
gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak
manusia :
a)
Reseptor
b)
Sensory
register
c)
Short-term
memory
d)
Long-term
memory
e)
Response
generator
Salah
satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan
informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar
dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan
pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Reseptor
(alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi
rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian
di teruskan.
b. Sensory
register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat,
fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga
terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk sebagian masuk ke
dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system.
c. Short
term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan perceptual
dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori
jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat
terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di
transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka
panjang.
d. Long
Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di
memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan
lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
e. Response
generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam memori
jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
D. Aplikasi
teori Kognitivisme
Aplikasi
teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa
siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia
pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret,
keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan
pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.
Berdasarkan prinsip teori pemrosesan informasi dirumuskan
beberapa petunjuk aplikasi teori pemrosesan informasi, yaitu (a) guru hendaknya
yakin bahwa setiap siswa memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajari.
Karena itu untuk menarik perhatian siswa, guru dapat melakukan tindakan dengan
memberikan tanda tertentu misalnya tepuk tangan atau menghentakkan papan tulis,
berkeliling ruangan atau berbicara dengan irama, memulai pelajaran dengan
mengajukan pertanyaan yang membangkitkan minat siswa terhadap topik yang
dibicarakan, (b) membantu siswa membedakan iinformasi yang penting dengan
informasi yang tidak penting untul memusatkan perhatian misalnya dengan
menuliskan tujuan pembelajaran, waktu menjelaskan berhenti sejenak dan
mengulangi lagi atau meminta siswa mengulangi apa yang dijelaskan, (c) membantu
siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa yang diketahui misalnya
dengan mengulangi hal-hal yang diketahui siswa untuk mengingat kembali dan
menghubungkan dengan informasi baru, menggunakan diagram atau garis untuk menunnjukkan
hubungan informasi baru dengan informasi yang dimiliki, (d) sediakan waktu
untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi dengan memulai pelajaran
meninjau ulang pekerjaan rumah, mengadakan tes-tes pendek yang sering, membuat
permainan atau siswa saling berpasangan bertanya jawab, (e) sajikan pelajaran
secara tersusun dan jelas misalnya menjelaskan tujuan pembelajaran, membuat
ikhtisar atau rangkuman, dan (f) utamakan pembelajaran bermakna bukan
ingatan misalnya dengan mengajarkan
perbendaharaan kata-kata baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang sudah
dimiliki.
Strategi mengingat atau menyimpan informasi dalam ingatan
dan mengingatnya kembali bila dibutuhkan dapat dilakukan (a) untuk menghafal
informasi yang tidak membutuhkan pemahaman, gunakan meneumonic (pembantu
ingatan, kiat, atau jembatan keledai). Misalnya untuk menghafal kata-kata
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, nasional
dengan mneumonic IPOLEKSOSBUD HANKAMNAS, (b) rumusan kembali dengan kalimat sendiri
apa yang telah dipelajari, dan (c) untuk mengatasi inhibisi retroaktif dapat
dilakukan berbagai cara misalnya mengajarkan konsep serupa tidak dalam waktu
yang bersamaan atau mengajarkan materi serupa dengan metode yang berbeda.
Dalam proses pembelajaran kita jumpai serial learning dan
free recall learning, yaitu belajar fakta menurut urutan tertentu, misalnya
urutan rukun iman, rukun islam, atau berwudlu serta urutan warna, urutan
peristiwa dalam sejarah. Sedangkan free recall learning ialah mempelajari
daftar yang tidak perlu diurut, misalnya nama-nama nabi atau rasul, nama
tumbuhan, nama organ tubuh dan sebagainya.
Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning
terdapat beberapa cara (a) organisasi atau penyusunan misalnya dengan menyusun
daftar informasi yang akan dipelajari menjadi kategori yang mempunyai arti dan
mudah diingat, (b) metode loci, artinya tempat. Ialah metode alat bantu
mengingat dimana seorang membuat gambaran pikiran yang berkaitan dengan
tempat-tempat tertentu, (c) irama, metode mengingat dalam bentuk nyanyian.
Misalnya untuk mengenalkan urutan rukun Islam atau rukun iman dengan nyanyian[9][9].
E. Kelebihan
dan kelemahan teori Kognitivisme
a)
Kelebihannya
yaitu : menjadikan
siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara
lebih mudah.
b)
Kekurangannya
yaitu : teori
tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya
di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan
pemahamannya masih belum tuntas.
F. Pandangan Teori
Kognitif Tentang Belajar
Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal
yanh tidak dapat diamati langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang
untuk bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu. Perubahan dalam
tingkah laku adalah refleksi dari perubahan internal.
Seperti halnya teori behavioristik, teori kognitif
berpendapat bahwa reinforcement dalam sangat penting. Hanya saja reinforcement
dalam teori behavioristik berfungsi memperkuat respon atau tingkah laku,
sementara dalam teori kognitif berfungsi sebagai sumber umpan balik. Umpan
balik ini memberi tahu tentang apa yang mungkin terjadi kalau tingkah laku
diulang-ulang. Dalam teori ini reinforcement juga berfungsi untuk mengurangi
ketidakpastian yang mengarah ke pemahaman dan penguasaan.
G. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif
Dalam teori kognitif, manusia merupakan pemproses
informasi yang aktif. Informasi merupakan sesuatu yang diterima oleh pikiran
secara terus menerus, meski demikian beberapa informasi cepat terlupakan dan
sepabagian yang lain diingat sepanjang hayat.
Alat
indera mengirimkan informasi keregister inderawi untuk disimpan sebentar.
Informasi tersebut diberi arti melalui perhatian dan persepsi. Setelah diubah
menjadi kode-kode, informasi kemudian masuk ke dalam ingatan jangka pendek.
Register
inderawi merupakam komponen pertama dalam sistem memory yang menerima
informasi. Stimulus dari lingkungan seperti benda-benda, cahaya,
bau, suara, dan sebagainya selalu menghampiri respector. Respector merupakan
bagian dari tubuh yang menerima informasi inderawi. Persepsi ialah interpretasi
informasi yang datang adri indera sebagai pemberian arti terhadap stimulus
inderawi.
Dalam psychology
gestalt menganggap keseluruhan memiliki sifat kelihatan yang berbeda
dengan sifat unsur-unsurnya secara lepas. Contoh klasik yang yang sering
ditemukan ialah gambar yang berdimensi ganda, sehingga tergantung darimana kita
melihatnya, maka bangun gambar tersebut akan menimbulkan penafsiran yang
berbeda.
Ingatan jangka pendek merupakan komponen kedua, dimana
informasi yang dipersepsi atau yang diberi
perhatian masuk kedalam ingatan jangka pendek. Ingatan jangka pendek
disebut juga working memory, ingatan yang bekerja, ingatan yang sadar karena
memegangi informasi yang dipikirkan pada waktu tertentu.
Perbedaan Ingatan Jangka Pendek dengan Ingatan Jangka
Panjang
Jenis ingatan
|
Input
|
Kapasitas
|
Maintanence
|
Retrieval
|
Jangka pendek
|
Sangat cepat
|
Terbatas
|
Sangat sebentar
|
Segera/ cepat
|
Jangka pendek
|
Relatif lambat
|
Praktis tak terbatas
|
Praktis tak terbatas
|
Tergantung penyusunan
|
SUMBER:
Suyono
dan Hariyanto. 2001. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: PT Rosda Karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar